KOMPAS.com - Nasional |
Posted: 14 Dec 2011 07:34 AM PST Habibie: Quo Vadis Indonesia? Nawa Tunggal | Robert Adhi Ksp | Rabu, 14 Desember 2011 | 22:12 WIB JAKARTA, KOMPAS.com - Bacharuddin Jusuf Habibie (75) dalam Kuliah Kenangan Sutan Takdir Alisjahbana di Taman Ismail Marzuki Jakarta, Rabu (14/12) malam, mengambil judul, "Quo Vadis Indonesia?" kita kaya tapi miskin kaya sumber daya alam, miskin penghasilan. Kita besar tapi kerdil besar wilayah dan penduduk, kerdil produktivitas dan daya saingnya. Merdeka tapi terjajah merdeka secara politik, terjajah secara ekonomi "Saya ingin menyampaikan lewat Power Point (program komputer untuk presentasi), tetapi tidak ada. Saya minta, pemerintah daerah supaya melengkapi gedung ini (Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki) supaya diberi fasilitas yang modern," kata Habibie. Habibie menguraikan kekinian tentang masyarakat yang menjadii konsumen produksi masyarakat negara lain. Habibie mempertanyakan, bagaimana masyarakat dapat berkembang dan menjadi unggul jika karya dan produksinya tidak dibina sedini mungkin? Bagaimana masyarakat harus bersaing dengan masyarakat (negara lain) yang telah menikmati insentif pembinaan dan pengembangan? "Sadarkah kita bahwa di dalam produk impor tersembunyi jam kerja masyarakat lain?" kata Habibie. Habibie meenyebut, kita kaya tapi miskin (kaya sumber daya alam, miskin penghasilan). Kita besar tapi kerdil (besar wilayah dan penduduk, kerdil produktivitas dan daya saingnya). Merdeka tapi terjajah (merdeka secara politik, terjajah secara ekonomi). Kuat tapi lemah (kuat dalam anarkisme, lemah dalam menghadapi tantangan global). Kemudian, kita itu indah tapi jelek (indah potensi dan prospeknya, jelek dan korup dalam pengelolaannya). "Mau ke mana kita? Quo vadis Indonesia?" kata Habibie. |
Nilai 1 Kg Pesawat Terbang Habibie Setara 450 Ton Beras Posted: 14 Dec 2011 07:34 AM PST Nilai 1 Kg Pesawat Terbang Habibie Setara 450 Ton Beras Nawa Tunggal | Robert Adhi Ksp | Rabu, 14 Desember 2011 | 22:15 WIB JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam biografi reflektif Bacharuddin Jusuf Habibie yang disampaikan Toeti Heraty N Rooseno dalam Kuliah Kenangan Sutan Takdir Alisjahbana, Rabu (14/12/2011) di Taman Ismail Marzuki Jakarta, disebutkan, nilai satu kilogram pesawat terbang yang dibuat Habibie setara dengan harga 450 ton beras. Riwayat Habibie sebagai pelopor teknologi tinggi high tech memang mengundang kontroversi, karena dianggap Indonesia seharusnya membangun secara bertahap dimulai dari investasi di bidang pertanian. -- Toeti Heraty N Rooseno "Riwayat Habibie sebagai pelopor teknologi tinggi (high tech) memang mengundang kontroversi, karena dianggap Indonesia seharusnya membangun secara bertahap dimulai dari investasi di bidang pertanian," kata Toeti. Toeti mengatakan, visi Habibie pada waktu itu didasarkan pada pemikiran satu kilogram pesawat terbang setara 450 ton beras. Itu berarti satu pesawat terbang sama dengan 4,5 juta ton beras. Suatu lompatan dengan dasar pemikiran investasi pertanian pula. Di era 1960-an Habibie dikenal di Jerman setelah mampu memecahkan persoalan keretakan (krack) akibat kelelahan logam pada bagian tertentu peesawat terbang. Habibie berhasil mengolah datanya dan mengatasi peersoalan rawan yang kerap menimbulkan kecelakaan tersebut. "Habibie meendapat julukan Mr Krack," ujar Toeti. Habibie sempat menduduki posisi penting di Hamburger Flugzeugbau (HBF) Jerman dengan tugas menjaga kestabilan konstruksi belakang pesawat Fokker 28. Prestasi Habibie berlanjut di Jerman. Di antaranya mendesain secara utuh prototipe pesawat terbang Fokker F 28, Transall C-130 (untuk transportasi militer), Hansa Jet (jet eksekutif), Airbus, dan pesawat transport DO-31. Pesawat transport DO-31 memiliki kemampuan mendarat dan lepas landas secara vertikal. |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Nasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar