KOMPAS.com - Regional |
Panwaslu Kota Pekanbaru Panggil Pimred Riauterkini Posted: 26 Dec 2011 08:55 AM PST PEKANBARU, KOMPAS.com -- Ketua Panitia Pengawas Pemilu Kepala Daerah Kota Pekanbaru, Superleni, Senin (26/12/2011), memanggil pemimpin redaksi situs Riauterkini.com, Ahmad S Udi terkait dugaan pelecehan yang dilakukan salah seorang anggota Panwaslu Pekanbaru, Dendi Gustiawan. Pemanggilan Ahmad merupakan langkah Panwaslu meneliti dan mengumpulkan informasi untuk sidang Dewan Kehormatan Panwaslu Riau. Ahmad mengungkapkan, pada Rabu (21/12/2011) dia mendapat informasi bahwa Panwaslu Pekanbaru menangkap dua orang joki pemilukada Kota Pekanbaru yang melakukan kecurangan pencoblosan. Hari Rabu itu, warga Pekanbaru tengah melakukan pemungutan suara ulang untuk memilih pasangan Septina Primawati Rusli dan Erizal Muluk serta Firdaus dan Ayat Cahyadi. Ketika informasi itu dikonfirmasi lewat telepon, Dendi membenarkan. "Dendi bahkan menyebutkan nama dua orang joki pencoblos itu kepada saya," kata Ahmad. Ahmad kemudian bertanya lagi apa yang dilakukan dua orang itu di tempat pemungutan suara, sehingga ditangkap. Entah mengapa, Dendi langsung marah-marah. "Kok kau pula yg menginterogasi aku. Kalau mau data datang saja ke lapangan," ujar Ahmad menirukan ucapan Dendi. Sebelum menutup telepon, Ahmad mendengar dengan jelas Dendi memakinya dengan menyebut "alat kelamin laki-laki". Setelah telepon di tutup, Ahmad mengutus wartawannya Deni W untuk mengingatkan Dendi bahwa ucapannya bernada menghina dan melecehkan profesi wartawan. Lewat Deni, Ahmad meminta Dendi minta maaf, karena ucapan itu dapat dikategorikan pelanggaran hukum pidana. Tidak lama kemudian, Dendi menelepon Ahmad, namun dia tidak meminta maaf atas ucapan kasar. Dia cuma menyampaikan maaf karena tidak tau bahwa Ahmad adalah pemimpin redaksi. Ahmad kembali meminta Dendi mencabut ucapannya, namun Dendi tidak mau. Dia bahkan mempersilakan Ahmad melapor ke polisi. Hari Rabu sore itu, Ahmad melaporkan Dendi ke Polres Kota Pekanbaru. Hari Kamis besoknya, puluhan wartawan Pekanbaru yang tergabung dalam Solidaritas Wartawan untuk Transparansi mendemo Panwaslu Pekanbaru, dengan tuntutan memecat Dendi. Hari Jumat Dendi memberi klarifikasi di Kantor PWI Riau. Intinya, dia membantah telah memaki Ahmad dengan kata alat kelamin. Dia bahkan berencana mengadukan balik Ahmad dengan tuduhan mencemarkan nama baiknya. Ahmad tidak mau menanggapi ancaman Dendi. "Kalaupun Dendi melapor, silakan saja karena itu haknya," ujar Ahmad. Namun demikian, Ahmad meminta polisi mendahulukan pemeriksaan laporannya terhadap Dendi. "Silakan saja laporkan saya. Tidak masalah. Kalau polisi meminta laporan rekaman dari Telkomsel pasti terdengar ucapan kotor dari Dendi," kata Ahmad. Ketua Panwaslu Pekanbaru Superleni mengatakan, pihaknya memanggil Ahmad hanya untuk membuat laporan klarifikasi persoalan kepada Panwaslu Riau. Selanjutnya persoalan akan diambil alih oleh Panwaslu Riau. "Saya hanya melakukan klarifikasi dan tidak berhak menghukum yang bersangkutan apabila terbukti bersalah. Terserah keputusan Panwaslu Riau nanti bagaimana," kata Superleni. Full content generated by Get Full RSS. |
Bentuk Tim Nasional Penyelesaian Konflik Agraria Posted: 26 Dec 2011 08:05 AM PST Kekerasan Di Bima Bentuk Tim Nasional Penyelesaian Konflik Agraria M Fajar Marta | Agus Mulyadi | Senin, 26 Desember 2011 | 16:05 WIB JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berencana menginisiasi pembentukan Tim Nasional Penyelesaian Konflik Agraria. Langkah ini untuk mencegah terulangnya konflik agraria, yang berujung pada tewasnya warga masyarakat seperti kasus Mesuji, dan Bima, Nusa Tenggara Barat. "Tim ini juga untuk menyelidiki secara menyeluruh keterlibatan aparat kepolisian dalam konflik tanah dan sumberdaya alam," kata Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim, Senin (26/12/2011) di Jakarta. Menurut Ifdhal, pembentukan tim nasional penyelesaian konflik agraria, merupakan upaya mencari bentuk alternatif penyelesaian konflik agraria yang menghormati hak-hak warga. Komnas HAM akan melibatkan komisi-komisi lain dalam tim ini, antara lain Ombudsman, Dewan Kehutanan, dan pertambangan. "Selama 2011, banyak terjadi konflik agraria antara masyarakat dengan perusahaan atau masyarakat dengan pemerintah daerah yang memberi izin. Konflik-konflik ini kerap berujung pada tewasnya warga masyarakat. Ke depan harus ada mekanisme agar konflik-konflik agraria tidak berujung pada peristiwa kekerasan," kata Ifdhal. Komnas HAM, ungkap Ifdhal, sudah lama mengusulkan kepada pemerintah untuk membentuk tim penyelesaian konflik agraria. Namun kemudian pemerintah hanya menugaskan Badan Pertanahan Nasional (BPN), yang kesulitan dalam melakukan koordinasi lintas sektoral. "Karena itulah kami berinisiatif bersama komisi-komisi lain yang bertugas melayani publik, membentuk tim ini," katanya. Proses pembentukan akan dimulai awal tahun 2012. |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Regional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar