Selasa, 20 Desember 2011

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


UU Komisi Yudisial Hasil Maksimal

Posted: 20 Dec 2011 09:10 AM PST

JAKARTA, KOMPAS.com- Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2011, yang merupakan revisi atas UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (KY), adalah hasil maksimal yang bisa diraih Dewan Perwakilan Rakyat.

Sekalipun masih ada kekurangannya, UU baru itu lebih memberikan kewenangan kepada KY, bukan hanya untuk mengawasi hakim, melainkan juga mengupayakan pengembangan potensi dan peningkatan kesejahteraan hakim.

Demikian dikemukakan anggota KY Suparman Marzuki dalam diskusi bertemakan "UU 18/2011: Peluang dan Tantangan KY" di kampus Universitas Sahid, Jakarta, Selasa (20/12).

Dalam diskusi yang diprakarsai KY dan Universitas Sahid itu, Suparman mengungkapkan, KY saat ini memiliki kewenangan untuk melakukan penyadapan terhadap hakim yang dicurigai melakukan penyimpangan dalam berperilaku. Namun, kewenangan yang diatur dalam Pasal 20 UU 18/2011 itu tetap mensyaratkan KY harus meminta bantuan pada aparat penegak hukum lainnya.

Walaupun demikian, pemberian kewenangan ini merupakan sebuah langkah maju. Apalagi, KY pun dalam UU yang baru juga diberikan kewenangan untuk melakukan pemanggilan paksa terhadap saksi yang akan diperiksa, kalau tak datang setelah dipanggil tiga kali berturut-turut.

Diakui Suparman, tingkat kesejahteraan hakim di Indonesia memang masih rendah. Namun, kondisi ini bukan menjadi pembenar bagi hakim untuk melakukan penyimpangan dan berperilaku tidak profesional. KY berusaha, sesuai kewenangan yang diberikan UU, untuk meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan hakim, antara lain dengan melakukan pelatihan.

Namun, semestinya negara juga memberikan perhatian dan kebanggaan pada mereka, misalnya dengan menyediakan fasilitas yang memadai untuk mereka bisa menjalankan tugasnya. Harus ada kebanggaan menjadi hakim.

Ahli hukum tata negara Irmanputra Sidin mengingatkan, sesuai dengan UU 18/2011, KY memiliki kewenangan menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Karena itu, dengan kewenangan penyadapan yang dimilikinya, KY janganlah menunggu seorang hakim melakukan penyimpangan, misalnya menerima suap, sehingga bisa ditangkap tangan.

Jika hal itu terjadi, KY bisa dinilai tak menjalankan amanat UU, karena tidak mampu menjaga kehormatan dan keluhuran hakim. KY seharusnya mengedepankan pencegahan.

Full content generated by Get Full RSS.

Jero: Keluar, Ruhut Mau ke Mana

Posted: 20 Dec 2011 07:50 AM PST

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Dewan Kehormatan Partai Demokrat, Jero Wacik, mengatakan, saat ini anggota Fraksi Partai Demokrat DPR, Ruhut Sitompul, belum mengajukan pengunduran diri. Jero mengatakan, setiap kader Partai Demokrat memang ada kelebihan dan kekurangannya. "(Ruhut) mau ke mana keluar?" kata Jero, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, kepada para wartawan di kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (20/12/2011).

Saya ini seperti David Beckham. Saya merasa politisi profesional dan ketika saya direndahkan, saya akan keluar dari Partai Demokrat.

-- Ruhut Sitompul

Jero mengatakan, sebagai kader, Ruhut memang pernah ditegur terkait dengan sikapnya. Menurut Jero, ada tiga hal yang selalu diperhatikan Dewan Kehormatan Partai Demokrat. "Pertama, kebersihan. Kalau ada yang menyimpang dari bersih, kita tegur baik-baik. Kedua, kecerdasan. Kalau berbicara tidak cerdas, kita tegur. Ketiga, kesantunan. Kalau ada kader demokrat yang tidak bicara santun, kita ingatkan baik-baik," ujar Jero.

Jero tak merinci mengapa Dewan Kehormatan menegur Ruhut, mantan politisi Partai Golkar itu. Seperti diwartakan, Ruhut mengancam keluar jika internal Partai Demokrat terus tidak bisa menerima gaya berpolitik dirinya. "Beberapa orang di dewan pengawas membuat saya enggak semangat," kata Ruhut ketika dihubungi.

Ruhut mengaku loyal dan setia hanya kepada Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, ia mengaku tidak loyal kepada partai. Menurut Ruhut, ia keluar dari Partai Golkar lalu pindah ke Partai Demokrat lantaran SBY bisa menerima gaya berpolitiknya. "Kalau mereka terus tidak menerima cara berpolitik saya, ya, saya bisa keluar. Faktor utamanya adalah cara berpolitik saya harus diterima partai. Ada oknum (kader Demokrat) yang merendahkan saya dan menganggap saya menjadi batu ganjalan bagi mereka," kata Ruhut.

"Saya ini seperti David Beckham. Saya merasa politisi profesional dan ketika saya direndahkan, saya akan keluar dari Partai Demokrat," pungkas anggota Komisi III itu. Seperti diketahui, selama menjadi anggota Dewan, Ruhut kerap melontarkan pernyataan-pernyataan yang kontroversial. Bahkan, dia berkali-kali secara terbuka menyudutkan para petinggi Partai Demokrat lain.

Full content generated by Get Full RSS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar