Sabtu, 24 Desember 2011

ANTARA - Peristiwa

ANTARA - Peristiwa


Muhammadiyah minta Komnas HAM usut tragedi Bima

Posted: 24 Dec 2011 06:46 AM PST

Mataram (ANTARA News) - Ketua Pemuda Muhammadiyah Nusa Tenggara Barat, Muharrar Ikbal, S.Hi., M.A., meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk mengusut tragedi berdarah yang terjadi di Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima.

"Salah satu korban tewas pada aksi represif aparat kepolisian adalah anggota Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Oleh karena itu, Pemuda Muhammadiyah Nusa Tenggara Barat (NTB) menyesalkan kejadian itu dan mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengusut tragedi berdarah itu," kata Muharrar Ikbal di Mataram, Sabtu.

Anggota IMM NTB yang menjadi korban tewas pada insiden berdarah yang terjadi di Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima, Sabtu sekitar pukul 06.00 WITA adalah Immawan Ashary. Mahasiswa tersebut merupakan salah satu dari tiga korban tewas diduga terkena peluru aparat.

Dari laporan yang diterima, kata Muharrar, Immawan Ashary adalah bagian dari kelompok masyarakat yang berjuang bersama ribuan masyarakat Kabupaten Bima yang menuntut keadilan dari Pemerintah Kabupaten Bima mengenai hak pengelolaan tambang emas di wilayahnya.

Dari laporan yang diterima, kata dia, korban merupakan bagian dari ribuan masyarakat Kabupaten Bima yang berjuang menuntut keadilan dari pemerintah mengenai hak pengelolaan lahan pertambangan emas yang ada di wilayahnya.

"Apa pun status korban, kami tetap berkewajiban memberikan pembelaan. Sebagai kakak dan saudara, kami juga sudah menyampaikan ucapan belasungkawa kepada keluarga Immawan Ashary," ujarnya.

Muharrar Ikbal mengatakan bahwa pihaknya menyesalkan adanya tindakan refresif dari aparat kepolisian dalam menyelesaikan aksi pemblokiran Pelabuhan Sape yang menghubungkan Provinsi NTB dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Muharrar juga mendesak Pemerintah Provinsi NTB, Pemerintah Kabupaten Bima, aparat keamanan, baik dari Polres Bima maupun Polda NTB, untuk bertanggung jawab atas insiden berdarah itu.

"Saya minta pemerintah daerah di NTB, terutama Pemerintah Kabupaten Bima dan Polda NTB untuk bertanggung jawab. Aksi represif yang menewaskan warga adalah tindakan sewenang-wenang," ujarnya.

Seperti diketahui, aksi unjuk rasa ribuan warga disertai blokade ruas jalan menuju Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima, NTB, yang telah berlangsung sejak sepekan terakhir ini, dibubarkan secara paksa oleh aparat kepolisian, Sabtu sekitar pukul 07.00 WITA, berujung tindakan anarkis.

Tindakan represif aparat kepolisian terhadap ribuan pengunjuk rasa yang terdiri atas kaum laki-laki, perempun, dan anak-anak dari tiga kecamatan, yakni Kecamatan Sape, Lambu, dan Kecamatan Langgudu tersebut menelan tiga korban jiwa yang diduga terkena peluru tajam.

Unjuk rasa itu terkait dengan permintaan masyarakat agar Bupati Bima Ferry Zulkarnaen mencabut Surat Keputusan (SK) Nomor 188.45/357/004/2010 tentang Izin Eksplorasi Pertambangan Emas di Kecamatan Sape dan Kecamatan Lambu yang diberikan kepada dua perusahaan tambang.

Kedua perusahaan tambang pemegang izin usaha pertambangan (IUP) itu masing-masing PT Sumber Mineral Nusantara dengan luas wilayah tambang 24.980 hektare dan PT Indo Mineral Citra Persada dengan luas wilayah tambang 14.318 hektare. (KR-WLD/M025)

Editor: Kliwon

COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full content generated by Get Full RSS.

Pemprov menanggung pengobatan korban insiden Bima

Posted: 24 Dec 2011 06:39 AM PST

Mataram (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat bersedia menanggung seluruh biaya pengobatan warga pengunjuk rasa yang luka-luka dalam insiden berdarah di Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima.

"Pemprov NTB akan menanggung seluruh biaya pengobatan bagi masyarakat korban bentrokan massa, dan akan memberikan santunan kepada keluarga korban yang meninggal dunia," kata Kabag Humas dan Protokoler Setda Nusa Tenggara Barat (NTB) H. Lalu Moh Faozal, di Mataram, Sabtu.

Juru bicara Pemerintah Provinsi NTB itu mengatakan, selain menyatakan turut berbelasungkawa, Gubernur NTB TGH M. Zainul Majdi juga menegaskan bahwa akan segera meminta Bupati Bima Ferry Zulkarnaen meninjau kembali pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada dua pengusaha tambang.

Kedua perusahaan tambang pemegang IUP itu masing-masing PT Sumber Mineral Nusantara dengan luas wilayah tambang 24.980 hektare dan PT Indo Mineral Citra Persada dengan luas wilayah tambang 14.318 hektare.

Gubernur merujuk kepada tuntutan masyarakat yang berkali-kali menggelar aksi unjuk rasa guna menolak usaha pertambangan itu.

Gubernur juga meminta seluruh masyarakat di Kabupaten Bima agar ikut menjaga situasi kemanan dan ketertiban sehingga konflik di Bima itu tidak meluas.

"Masyarakat juga diharapkan tidak terprovokasi isu-isu yang mengeruhkan suasana. Pak Gubernur akan terus memantau perkembangan yang terjadi di Kabupaten Bima, dan terus berkoordinasi dengan aparat kemanan dan seluruh elemen pemerintah di Bima terkait persoalan tersebut," ujarnya.

Insiden berdarah di Pelabuhan Sape, Bima, itu mencuat saat Aparat Polres Bima yang didukung Satuan Brigade Mobil (Brimob) Polda NTB, membubarkan paksa aksi unjuk rasa ribuan warga disertai blokade ruas jalan menuju Pelabuhan Sape, yang telah berlangsung sejak sepekan terakhir ini.

Pelabuhan Sape berada di Kecamatan Sape, namun warga pengunjuk rasa yang menguasai kawasan itu merupakan penduduk Kecamatan Lambu, yang melakukan aksi protes terhadap usaha penambangan di wilayah Lambu. Kecamatan Lambu dimekarkan dari Kecamatan Sape, sejak beberapa tahun lalu.

Polisi menggempur pengunjuk rasa dengan tembakan hingga dua orang dilaporkan tewas terkena peluru, dan puluhan warga pengunjuk rasa lainnya luka-luka.

Kedua korban tewas itu dilaporkan bernama Arif Rahman (18) dan Syaiful (17), keduanya warga Desa Suni, Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima.

Beberapa jam kemudian, saksi mata menginformasikan seorang korban tewas lainnya dalam insiden di Pelabuhan Sape itu, yakni Immawan Ashary, kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) NTB.

Dengan demikian, korban tewas dalam insiden Pelabuhan Sape, Bima, mencapai tiga orang, dan puluhan lainnya luka-luka.

Ribuan pengunjuk rasa yang terdesak saat digempur polisi, berpencar dan kelompok yang kembali ke Kecamatan Lambu, murka dan membakar Kantor Desa Lambu, rumah Kepala Desa Lambu, dua unit rumah anggota DPRD NTB Dapil IV (Kota Bima dan Kabupaten Bima), serta Markas Kepolisian Sektor (Mapolsek) Lambu.

Kelompok pengunjuk rasa lainnya, membakar kantor sementara Kecamatan Lambu, dan gedung DPRD Kabupaten Bima. Kantor permanen Kecamatan Lambu, sudah dibakar dalam insiden 10 Februari 2011, dalam aksi yang sama, yakni menuntut pencabutan izin usaha pertambangan. (A058/M009)

Editor: Kliwon

COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full content generated by Get Full RSS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar