Kamis, 08 Desember 2011

Sindikasi lifestyle.okezone.com

Sindikasi lifestyle.okezone.com


Roosmany Leolang, Bidan Inspirasional dari Bima

Posted: 08 Dec 2011 06:37 AM PST

BIDAN Roosmany Leolang hanya mencintai pekerjaannya di tengah masyarakat Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Karena ketulusan cintanya, ia menjadi sosok bidan inspirasional yang dianugerahi Srikandi Award.

 
Roosmany Leolang merupakan salah satu bidan pemenang Srikandi Award 2010, ajang tahunan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Sari Husada dengan tema "Kisah 9 Bidandari" untuk kategori bidan inspirasional. Wanita 61 tahun ini berasal dari Bima, NTB.
 
"Saya jadi bidan sejak 1969. Saya memutuskan ingin menjadi bidan ketika melihat ibu saya melahirkan anak keenam yang mengalamai persalinan lama, sampai dua hari dua malam. Bapak saya melihatnya sangat kasihan. Sejak kelas 2 SMP, sayapun dipersiapkan menjadi bidan, padahal awalnya geli lihat darah. Tapi akhirnya saya cintai dan mendapatkan kepuasaan batin. Saya bisa selamatkan banyak ibu, rasanya melebihi saya dapat uang," tuturnya pada diskusi bertajuk "Bidan Inspirasional: Potret Pejuang Kesehatan Ibu, Buah Hati dan Lingkungan" oleh Sari Husada di Hongkong Cafe, Jakarta, Kamis (8/12/2011).
 
Langkanya tenaga bidan dan kondisi geografis Kabupaten Bima yang sulit dijangkau dengan transportasi merupakan hambatan utama dalam menangani kasus kelahiran. Dalam melaksanakan tugas memeriksa pasien dan menangani persalinan, tak jarang Roos, begitu ia biasa disapa, harus menempuh perjalanan jauh melewati jalur laut dan darat dengan menggunakan sampan dan kuda.
 
Namun, tekadnya yang kuat dalam menjalani tugas tidak sampai di situ. Bidan yang dikenal sebagai "Sang Pejuang Pendidikan dari Nusa Tenggara" ini turut memperjuangkan pendidikan untuk bidan-bidan senior di Bima. Hal ini tak lain berkenaan dengan adanya kebijakan pemerintah akan standar kompetensi bidan dan perawat, khususnya kualifikasi pendidikan minimal D3 untuk para bidan.
 
"Saat itu, bidan berlatarbelakang pendidikan D3 bisa dihitung dengan jari. Kami (Ikatan Bidan Indonesia-red) melakukan advokasi ke bupati, ke dewan, melewati beberapa pertemuan. Dari pusat sendiri, mensyaratkan ada poltekes, minimal empat orang berpendidikan D4 untuk dosen, pengampu, obgyn, dokter spesialis anak, semua kami penuhi, lalu kami melakukan advokasi. Dengan mempertahankan argumentasi, sejak advokasi 2004-2007, usulan kami pun disetujui. Sekarang, kami didukung 100 persen oleh pemda, bahkan sudah ada empat akbid (akademi kebidanan-red) swasta di Bima," ujar Ketua IBI wilayah Bima ini.
 
Sosok bidan inspiratif seperti Roos tentu tidak sendirian. Sebab, di berbagai pelosok Nusantara terdapat banyak sekali bidan yang menghadapi kendala, baik dalam hal fasilitas, transportasi, ketersediaan obat, sarana penunjang, serta berbagai tantangan sosial lainnya. Namun panggilan hati sebagai ibu, juga sebagai bagian dari masyarakat begitu kental melekat dalam jiwa para bidan sehingga mereka tetap bertahan dan berjuang.
(tty) Full content generated by Get Full RSS.

Kecantikan Tenun dalam Busana Keseharian

Posted: 08 Dec 2011 06:29 AM PST

MENJAJARKAN tenun di pentas nasional layaknya batik memang masih membutuhkan waktu panjang. Untuk memopulerkannya, menciptakan tenun sebagai busana keseharian adalah jawabannya.

 
Ragam kain adati seperti batik, songket, tenun, dan kain lainnya masih dianggap berat untuk digunakan dalam jamuan santai. Tak heran, selama ini kain-kain tersebut hanya bersinggungan dengan acara adat dan jamuan resmi lainnya.
 
Seiring perjalanan waktu, tren kain adati pun mulai berkembang. Batik dan juga tenun mulai diolah para desainer menjadi busana ringan dengan model trendi.
 
Di antara sederet desainer yang fokus menggarap potensi lokal, Samuel Wattimena adalah salah satunya. Kali ini, desainer berbakat tersebut tertantang mengolah tenun Unggan yang merupakan kain khas Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat.
 
Dituturkannya, dirinya tergelitik untuk memopulerkan kain tersebut lebih luas pada khalayak membuat busana dengan model ringan yang bisa digunakan sehari-hari.
 
Dalam karya yang dipamerkannya di Koi Cafe, Kemang Jakarta, Kamis (8/12/2011) tersebut, Samuel memamerkan berbagai busana trendi baik untuk pria dan wanita.
 
Kain tenun yang terkesan formal disulap sebagai busana keseharian dengan model beragam. Ada minidres yang digabungkan dengan aksen bordir tasik, tunik dengan kain batik solo, minidress yang dipadankan dengan legging, hingga busana muslim.
 
Sementara untuk busana pria, Samuel menyajikan model baju koko dengan celana jodhpur berbahan lurik. Kolaborasi indah itu, diakui Samuel merupakan bentuk interaktif dengan daerah lain dalam busana ready-to-wear yang diciptakannya.
 
Langkah tersebut sekaligus dilakukan agar tenun Unggan dapat dengan cepat mengglobal. Karenanya, selain mengedepankan model, Samuel pun bermain-main dengan kombinasi material dan memanjakan pecinta fesyen dengan model trendi dan warna-warna yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat di Tanah Air.
 
Dalam busananya, warna-warna soft dan tidak mencolok menjadi pilihannya. Misalnya saja, cokelat, marun, ungu, biru, dan ungu.
 
"Warna-warna yang saya gunakan memang warna yang mudah dimengerti suku-suku lain. Ini adalah warna orang kita," tutupnya.
(tty) Full content generated by Get Full RSS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar