Rabu, 07 Desember 2011

ANTARA - Peristiwa

ANTARA - Peristiwa


Jurnalis agar waspada gunakan dokumen negara

Posted: 07 Dec 2011 06:25 AM PST

Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Riyanto. (FOTO ANTARA)

... Jangan sampai penerapan UU Intilejen yang bertujuan baik akan menimbulkan tirani baru...

Berita Terkait

Video

Yogyakarta (ANTARA News) - KPK mengeluarkan peringatan bagi jurnalis. Isi peringatan itu: berhati-hatilah menggunakan dokumen negara karena Undang-Undang Intelijen mengatur ancaman pidana bagi semua pihak yang membocorkan rahasia negara.

Wakil Ketua KPK, Bibit Riyanto, dalam acara lokakarya anti korupsi dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), di Yogyakarta, Rabu, mengatakan, "Jurnalis hendaknya berhati-hati menyikapi situasi saat ini terkait memakai dokumen negara. UU Intelijen mengatur ancaman bagi semua pihak yang membocorkan rahasia negara karena kelalaian dan kesengajaan."

Menurut dia, sesuai ketentuan dalam UU Intelijen, setiap orang yang karena kelalaian membocorkan rahasia negara diancam dengan hukuman pidana maksimal tujuh tahun dan sanksi bagi pihak yang sengaja membocorkan rahasia negara adalah maksimal 10 tahun.

Ia mengatakan prihatin dengan keberadaan Undang-Undang Intelijen yang tidak secara jelas menyebutkan rahasia negara yang dimaksudkan sehingga rawan bagi jurnalis.

Dia mengatakan, dalam UU Intelijen hanya diatur tentang rahasia negara yang boleh diungkap atau tidak. Di antara yang tidak boleh diungkap adalah ketahanan ekonomi, akses intelijen, sumber daya alam.

"UU Intelijen tidak memerinci yang dimaksud rahasia negara. Oleh karena itu, masyarakat bisa melihat isi Peraturan Pemerintah (PP) setelah UU Intelijen disahkan belum lama ini," kata dia.

Ia mengatakan dalam UU Intilejen disebutkan kewenangan aparat untuk memeriksa dan memanggil or...ang yang dianggap membocorkan rahasia negara.

"Saya berharap UU Intelejen yang baru disahkan tidak membelenggu terutama bagi kegiatan aktivis yang menyuarakan kebebasan berbicara," kata dia. Jangan sampai penerapan UU Intilejen yang bertujuan baik akan menimbulkan tirani baru.

Sebelumnya, dalam kesempatan yang berbeda anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo, di Yogyakarta mengatakan, pers terlambat mengawal pengesahan Undang-Undang Intelijen sehingga membahayakan kerja-kerja jurnalis dan kebebasan masyarakat sipil mengakses informasi

"Kalangan pers hanya jadi outsider atau tidak terlibat dalam mengawal UU intelijen yang berbahaya bagi hak masyarakat sipil untuk mengakses informasi. Akibatnya, UU itu kemudian disahkan oleh pemerintah dan DPR," kata dia.

Menurut Agus, tanggapan media terhadap isu UU intelijen sangat lamban. Padahal, UU intelejen mengancam kerja-kerja jurnalis untuk memperoleh akses informasi.

"Kalangan pers terlambat menyadari bahaya UU intelijen. Ancaman yang paling membahayakan adalah kriminalisasi terhadap jurnalis atau ancaman pidana karena dianggap membocorkan rahasia negara," katanya.

Dia mengatakan, pengesahan UU intelijen menggambarkan kegagalan masyarakat sipil, termasuk kalangan pers mengawal UU intelijen yang sangat berbahaya bagi demokrasi di Indonesia.

"Masyarakat sipil, termasuk kalangan pers sulit berkoalisi mengawal UU intelijen. Padahal, pengesahan UU intelijen kontraproduktif dengan jaminan hak asasi manusia," katanya.

Ia menambahkan, masyarakat sipil selama ini cenderung sibuk memikirkan isu sektoral sehingga kurang memperhatikan isu yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi, seperti UU Intelijen.

"Masyarakat sipil kemungkinan sudah jenuh karena terlalu banyak isu, termasuk kalangan pers yang pasif dalam mengawal soal intelijen," katanya.

Menurut dia, UU Intelijen mengatur ruang lingkup rahasia intelijen yang terlalu luas sehingga menimbulkan multi interpretasi atau multi tafsir. "UU intelijen tidak jelas sehingga pasal-pasal karet itu membahayakan masyarakat sipil yang mengakses informasi," katanya.

Dia mencontohkan dalam Pasal 25 UU itu, rahasia intelijen menyangkut informasi yang membahayakan pertahanan dan keamanan negara, mengungkap kekayaan alam Indonesia, merugikan ketahanan ekonomi nasional, dan merugikan kepentingan politik luar negeri. (ANT-293)

Editor: Ade Marboen

COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full content generated by Get Full RSS.

Anas disebut-sebut Nazaruddin "menangkan" Adhi Karya

Posted: 07 Dec 2011 05:43 AM PST

Jakarta (ANTARA News) - Nama Anas Urbaningrum disebut-sebut terdakwa kasus dugaan suap proyek Wisma Atlet Jakabaring, Palembang, Muhammad Nazaruddin, "memenangkan" PT Adhi Karya dalam proyek pembangunan pusat latihan olahraga, Hambalang, Jawa Barat.

"Pada April 2010, Adhi Karya diputuskan menang oleh Anas. Menurut Rosa, DGI (PT Duta Graha Indah Tbk) tidak bisa membantu Kongres Partai Demokrat, tapi Adhi Karya bisa," kata Nazaruddin saat membacakan nota keberatannya di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu.

Mantan bendahara umum Partai Demokrat ini mengatakan BUMN tersebut sanggup memberikan Rp100 miliar untuk membantu kongres partai pemenang Pemilu 2009 lalu yang dilaksanakan di Bandung.

Nazaruddin juga mengatakan, Anas meminta bantuan kepada Mahfud Suroso sehingga akhirnya PT Adhi Karya bisa menang. "Saya hanya dengar Anas menyerahkan Rp50 miliar ke Yulianis. Untuk detailnya Majelis Hakim dapat bertanya langsung kepada Anas dan Yulianis".

Sebelumnya, Juru Bicara KPK, Johan Budi, mengatakan KPK telah meningkatkan kasus Hambalang ke tahap penyelidikan pada Agustus 2011. Berdasarkan kebutuhan pengembangan penyelidikan siapa pun dapat dipanggil untuk dimintai keterangan, dan Rosa menjadi yang pertama dimintai keterangan terkait kasus Hambalang.

Kasus Hambalang sendiri, menurut Johan, berawal dari penyidikan kasus wisma atlet SEA Games, di mana saat penyidik melakukan penggeledahan di kantor Grup Permai ditemukan data yang mengarah pada proyek Hambalang.

Data-data yang diperoleh KPK saat itu, menurut dia, sama dengan informasi yang berhasil digali dari salah satu tersangka dalam kasus dugaan suap terhadap Sesmenpora Wafid Muharam.

Kasus Hambalang mencuat setelah Nazaruddin dalam pelariannya berkomunikasi dengan Iwan Piliang melalui Skype dan membeberkan perihal proyek pembangunan fasilitas olahraga di Hambalang, Bogor, yang di dalamnya terdapat aliran dana dari pemenang proyek kepada Anas Urbaningrum.

Nazaruddin menyebut angka Rp50 miliar dari salah satu BUMN yang memenangkan proyek tersebut yang disalurkan kepada Anas dan sejumlah politisi lain. Uang itulah yang digelontorkan saat Kongres Partai Demokrat berlangsung pada Januari 2010 di Bandung, dan diduga itu merupakan uang pemenangan Anas untuk menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. (V002)

Editor: Ade Marboen

COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full content generated by Get Full RSS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar