Jumat, 16 Desember 2011

ANTARA - Mancanegara

ANTARA - Mancanegara


Pengadilan Sri Lanka tolak permohonan banding Fonseka

Posted: 16 Dec 2011 11:40 AM PST

Kolombo (ANTARA News) - Pengadilan Banding Sri Lanka hari Jumat menolak dalih mantan pemimpin militer Sarath Fonseka yang menentang keputusan pengadilan memenjarakannya selama 30 bulan, kata seorang pejabat pengadilan.

Pengadilan Banding mengukuhkan putusan pengadilan militer pada September tahun lalu terhadap Fonseka atas tuduhan korupsi terkait dengan pengadaan perlengkapan militer ketika ia menjadi pemimpin angkatan darat antara 2005 dan 2009, lapor AFP.

Pada November tahun ini Pengadilan Tinggi memvonis Fonseka hukuman penjara tiga tahun karena pernyataannya kepada sebuah surat kabar yang menyebutkan bahwa pemberontak yang menyerah dibunuh, atas perintah Menteri Pertahanan Gotabhaya Rajapaksa.

Fosenka, pensiunan jendral bintang empat, memimpin militer Sri Lanka mencapai kemanangan atas pemberontak Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) pada Mei 2009.

Ia kemudian berselisih dengan pemerintah dan mengatakan, kasus hukum terhadap dirinya bermotif politik.

Fonseka juga menghadapi sebuah kasus lain dimana ia dituduh menampung disertir militer yang digunakannya sebagai pengawal selama pencalonannya yang gagal sebagai presiden melawan Mahinda Rajapaksa.

Fonseka ditangkap tak lama setelah pemilihan presiden pada 2010. Ia juga kehilangan kursi parlemen yang diperolehnya dalam pemilu legislatif pada April 2010.

Dalam persidangan sebelumnya, pengadilan militer menyatakan Fonseka bersalah karena campur tangan dalam politik ketika ia masih berdinas di militer dan ia dilucuti pangkat dan pensiunnya.

Fonseka membuat marah pemerintah Sri Lanka ketika menyatakan bersedia bersaksi di depan pengadilan internasional yang menyelidiki tuduhan kejahatan perang Sri Lanka.

Pasukan Sri Lanka meluncurkan ofensif besar-besaran untuk menumpas kelompok pemberontak Macan Tamil pada 2009 yang mengakhiri perang etnik hampir empat dasawarsa di negara tersebut.

Namun, kemenangan pasukan Sri Lanka atas LTTE menyulut tuduhan-tuduhan luas mengenai pelanggaran hak asasi manusia.

Pada September, Amnesti Internasional yang berkantor di London mengutip keterangan saksi mata dan pekerja bantuan yang mengatakan, sedikitnya 10.000 orang sipil tewas dalam tahap final ofensif militer terhadap gerilyawan Macan Tamil pada Mei 2009.

Pada April, laporan panel yang dibentuk Sekretaris Jendral Jendral PBB Ban Ki-moon mencatat tuduhan-tuduhan kejahatan perang yang dilakukan kedua pihak.

Sri Lanka mengecam laporan komisi PBB itu sebagai "tidak masuk akal" dan mengatakan, laporan itu berat sebelah dan bergantung pada bukti subyektif dari sumber tanpa nama.

Sri Lanka menolak seruan internasional bagi penyelidikan kejahatan perang dan menekankan bahwa tidak ada warga sipil yang menjadi sasaran pasukan pemerintah. Namun, kelompok-kelompok HAM menyatakan, lebih dari 40.000 warga sipil mungkin tewas akibat aksi kedua pihak yang berperang.

Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei 2009 mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.

Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik etnik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.

Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka.

PBB memperkirakan, lebih dari 100.000 orang tewas dalam konflik separatis Tamil setelah pemberontak Macan Tamil muncul pada 1972.

Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.

Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak. Mayoritas penduduk Sri Lanka adalah warga Sinhala. (M014)

Editor: B Kunto Wibisono

COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full content generated by Get Full RSS.

Demonstran Yaman tolak amnesti bagi Saleh

Posted: 16 Dec 2011 10:43 AM PST

Sanaa (ANTARA News) - Ratusan ribu orang Yaman berdemonstrasi Jumat untuk menolak pemberian amnesti bagi Presiden Ali Abdullah Saleh sesuai dengan kesepakatan yang menetapkan pengunduran dirinya.

"Pengadilan harus dilakukan dan amnesti ditolak," teriak demonstran di Jalan Sitin, Sanaa, dekat Lapangan Perubahan yang menjadi pusat protes yang meletus pada Januari untuk menuntut pengunduran dirinya setelah berkuasa 33 tahun, lapor AFP.

Demonstrasi serupa dilakukan di 18 kota di Yaman untuk menanggapi seruan komite pusat penyelenggara protes, dan pemrotes menekankan bahwa Saleh dan para pembantunya harus menghadapi pengadilan karena pembunuhan demonstran.

"Harus ada hukuman atas penumpahan darah kaum muda," kata ulama Waheeb al-Sharabi dalam khutbah sholat Jumat di Taez, kota terbesar kedua di Yaman dan ajang pergolakan utama dalam konflik dengan pasukan yang setia pada Saleh.

Saleh (69), yang memerintah Yaman selama 33 tahun, menandatangani perjanjian penyerahan kekuasaan yang ditengahi oleh negara-negara Teluk di Riyadh pada 23 November, yang menetapkan ia menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya meski ia tetap menjadi presiden kehormatan sampai Februari.

Prakarsa Dewan Kerja Sama Teluk yang bertujuan mengakhiri protes berbulan-bulan itu menetapkan Saleh mengundurkan diri dengan imbalan kekebalan dari tuntutan hukum bagi dirinya dan anggota-anggota keluarganya.

Pada 7 Desember, Wakil Presiden Yaman Abdrabuh Mansur Hadi mengeluarkan sebuah dekrit yang mensahkan pembentukan pemerintah persatuan nasional yang disepakati sesuai dengan perjanjian penengahan Teluk.

Pemerintah baru yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mohammed Basindawa akan menjalankan tugas selama tiga bulan, dan setelah itu pemilihan umum dilaksanakan dan Hadi akan secara resmi mengambil alih tugas presiden.

Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan ratusan orang.

Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaida, kehilangan dukungan AS.

Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.

Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu.

Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaida akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaida memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.

Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaida AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.

AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.

Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaida. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.

Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini. (M014)

Editor: B Kunto Wibisono

COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full content generated by Get Full RSS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar